Senin, 12 Agustus 2013

Kemeriahan Takbir Keliling Di Sedayulawas

Senin, Agustus 12, 2013



Hari kemenangan tiba, suara takbir menggema seantero desaku tercinta, Sedayulawas. Seperti sudah menjadi tradisi, setiap malam takbiran setiap tahunnya acara takbir keliling di desa kami berlangsung meriah. Desa padat penduduk yang terletak di bibir pantai ini punya hajatan besar di malam itu. PHBI atau Panitia Hari Besar Islam desaSedayulawas menjadi panitia resmi yang ditunjuk oleh aparatur desa menjadi panitia di setiap ada hajatan besar seperti hajatan di malam ini. Bagaimana keseruannya? Tenang saja, akan saya ceritakan buat anda.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang harus saya habiskan di perantauan, lebaran tahun ini saya bisa pulang kampung. Tentu, kegembiraan yang saya rasakan karena bias pulang kampong, tidak akan saya makan sendiri, akan saya bagikan buat kamu-kamu juga yang setia menyimak perjalanan tulisan saya.
Yang paling seru di lebaran tahun ini adalah takbir keliling. Yah, sebenarnya sih ada banyak hal yang seru-seru, tapi karena tulisan ini bahas takbir keliling, ya terpakasa deh saya besar-besarin keseruannya. Hehehe… J
Ngomongin takbir keliling, saya teringat ketika saya masih belajar mengaji di TPA. Oh iya, ada yang perlu pembaca tahu, desa Sedayulawas disebut juga sebagai desa seribu TPA. Kenapa sebab? Karena di desa yang berpenduduk padat ini hanya memiliki tiga masjid besar, tapi mempunyai ratusan musholah. Yang hamper tiap musholah-musholah itu terdapat kegiatan belajar-mengajar mengaji ala TPA. Jadi nggak perlu heran, kalau pas malam hari, anak-anak lebih banyak berkumpul di musholah-musholah daripada main di jalanan.
Coba bayangkan, apa yang terjadi ketika ratusan TPA itu dikumpulkan menjadi satu untuk bertakbir keliling desa? Pasti rame, meriah dan seru banget. Dan itulah yang saya alami ketika masih mengaji di TPA.
Di tahun ini, saya bukan salah satu santri TPA. Saya pun tidak menjadi peserta takbir keliling. Tapi keseruan yang ada di depan mata ketika menonton takbir keliling mengingatkanku dengan takbir keliling tempo lalu yang saya ikuti.
Tidak ada perbedaan yang mendasar, tapi, modifikasi terlihat di sana sini. Misalnya, dahulu tidak ada drum yang digebuk-gebuk, tapi tahun ini ada. Dahulu tradisi membuat obor pun masih terpelihara, sekarang entah dibuang kemana tradisi membawa obor itu. Mungkin karena kelangkaan minyak tanah, sehingga beberapa TPA memakai lilin sebagai penggantinya. Atau bias jadi karena desa sedayulawas sekarang tidak segelap sedayulawas dulu. Wallahu a’lam bish showab.
Dahulu, obor yang digunakan pun bermacam-macam. Secara standarnya memakai bambu, tapi yang kesulitan membuatnya, bias memakai tangkai daun papaya yang didesain sedemikian rupa sehingga menjadi obor nyentrik yang pas sebagai atribut takbir keliling. Namun kalau sekarang, anak-anak lebih akrab dengan petasan dan kembang api yang mewarnai langit sedayulawas. Kelihatannya makin modern kan?

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 BUKU CATATAN MEDIA. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top