MENYONGSONG
GENERASI ISLAMI DI PERLOMBAAN ABATASA
Suasana tidak biasa terjadi di
PonPes Al Izzah sabtu (06/4) lalu. Pesantren kecil yang terletak di dusun
Tragal, Kedungpapar, Sumobito, Jombang ini dipadati oleh ratusan anak seumuran
SD dari berbagai TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) di kabupaten Jombang.
Anak-anak yang mewakili TPA
masing-masing ini sedang mengikuti acara perlombaan ABATASA (Ajang Berkreasi
dan Berprestasi Santri TPA). Yaitu acara perlombaan bertemakan Islam antar TPA.
Di tahun kedua ini, panitia perlombaan mengambil tema “menggali potensi dengan
kreasi islami, menyongsong generasi islami“ yang diharapkan, dengan adanya acara
perlombaan semacam ini, potensi dan kreasi para santri TPA dapat terwarnai oleh
islam. Sehingga gempuran pengeroposan moral yang kini tengah dilanda anak- anak
di negeri ini bisa diredam. Generasi Islami yang banyak didamba para orang tua pun
bermunculan.
Acara perlombaan ABATASA
berlangsung selama dua hari. Hari pertama pada sabtu (06/4) sore. Ada empat
kategori perlombaan yang dilombakan; lomba mewarnai, menggambar, lari islami,
dan CCI (Cerdas Cermat Islami). Kawasan pesantren yang sempit pun harus
dibagi-bagi untuk tempat perlombaan.
Hari kedua tak kalah meriahnya, panggung megah dengan hiasan khas anak- anak serta sejumlah tropi yang diperebutkan dalam acara perlombaan begitu tertata rapi menyambut para kontingen memasuki kawasan pesantren. Ada beberapa kategori perlombaan yang dilombakan di hari Ahad (07/4), yang kesemua lomba itu mengharuskan peserta tampil di atas panggung. Diantaranya lomba pidato, baca puisi, serta tartil.
Bagi masyarakat sekitar
pesantren, perlombaan ABATASA yang diadakan oleh IMT bagian Dakwah ini membawa
berkah tersendiri. Ketika acara berlangsung, tak sedikit warga yang menggelar
aneka jajanan dan souvenir khas anak-anak untuk dijual. Jejualan dadakan ini
pun menjadi “tontonan” menarik tersendiri bagi anak-anak yang merasa bosan
melihat para peserta lomba, warga pun menuai untung darinya.
“Dengan adanya acara ini, nama
dusun Tragal lebih dikenal oleh daerah-daerah tetangga.“ Ujar salah seorang
warga yang begitu antusias mendukung perlombaan ABATASA.
Saking semangatnya menyambut
ABATASA, bahkan salah seorang wali santri yang putranya turut ambil bagian
dalam perlombaan berkomentar, “Seharusnya ABATASA tidak hanya diadakan setahun
sekali. Kalau bisa, setahun dua kali atau setiap bulan sekali.” Ujarnya dengan
senyum yang mengembang.
Acara ABATASA seakan menjadi oase
di padang tandus. Saat ini memang tengah terjadi kemiskinan moral yang
memprihatinkan. Acara perlombaan keislaman semacam ini jarang bahkan tidak
pernah diadakan. Kalaupun ada, itu hanya empat hingga lima tahun sekali. Untuk
itu, ABATASA datang dengan konsep lama yang disederhanakan; kalah menang
bukanlah tujuan utamanya. Ini terbukti dari salah satu peraturan yang
tercantumkan, yaitu peserta juara pertama pada ABATASA sebelumnya tidak
diperkenakan mengikuti kategori lomba yang sama tahun ini. Tentu hal ini ditujukan
untuk menekan ambisi mengeruk gelar juara.
Tahun kedua adalah tahun bayi.
Tentunya kekurangan ABATASA banyak ditemukan disana-sini. Usaha untuk terus
memperbaiki pun harus terus digiati. Agar tujuan utamanya terlampaui, yaitu
menyongsong generasi Islami.